aktivitas dakwah KH.Mahrodji MS
A.
PENDAHULUAN
Rijalul dakwah atau kader dakwah
adalah seorang yang telah tertarbiyah secara intensif sehingga memiliki
kesiapan untuk berjuang dan berkorban di jalan Allah, dan juga berpotensi
menjadi anashirut taghyir atau agen perubahan di masyarakat. Karena ia akan
melakukan kerja besar yaitu merubah masyarakat kea rah yang lebih baik dan
islami, maka ia harus memiliki kelebihan dan keistimewaan di bandingkan
masyarakat umumnya. Para kader dakwah adalah mereka yang telah siap berkorban
jiwa, raga dan seluruh harta benda serta potensi yang mereka miliki.
Rijalul dakwah memiliki sebuah
proses pembinaan yang melikupi berbagai asapek kehidupan yaitu shibghah
fikriyah (pembentukan fikroh), shibghah ruhiyah (pembentukan mental spiritual),
dan shibghah harakiyah (pembentukan harakah) sehingga kader memiliki ketahanan
dan mampu melakukan perubahan.
Rijalul dakwah sangat penting untuk
di pelajari oleh para calon da’i. Dimana dilihat dari materinya dapat dijadikan
tolak ukur agar para da’I dapat mencapai suatu keberhasilan dan menyebar
luaskan serta meningkatlkan mutu islam itu sendiri. Suatu pesan yang
disampaikan, yang mana mendapat respon yang baik dari para mad’u terrsebut bila
mana seorang da’I mengetahui, memahami dunia dakwah terrsebut baik meliputi
sosiologi dakwah, psikologi dakwah dan sejarah kedakwahan. Berbagai rintangan,
hambatan dalam menyampaikan dakwah ini tidak sedikit dari anbiya’ merasakannya.
Menjadi seorang da’I islam banyak
memberikan pengertian, faham dan pegangan. Sepanjang perjalanan menempuh ridho
Allah telah memperkaya diri dengan pengalamam, membajakan diri dengan
keyakinan, malah mempertajam pemahaman. Menelan pahit getir, menempuh duri dan
derita adalah resiko yang telah di jalani dengan hati yang ikhlas oleh seorang
rijal al-dakwah. Pujian dan sanjungan seorang da’I dapatkan, namun deritapun
tidak mau kalah saing dengan pujian yang di dapat, banyak hambatan, rintangan,
cacian, hinaan yang sering kali hadir menghampiri. Namun seorang da’I tidak
boleh pantang menyerah untukl menyebarkan ajaran islam.
B.
PROFIL
KH. Mahrodji MS lahir di Pemalang
pada tanggal 15 Juli 1956, beliau sebagai seorang Da’i di kota Pemalang
mempunyai ciri nama khas yaitu Kyai kecil / Mungil karena beliau memiliki
bentuk fisik yang kecil dan kocak. Ayah beliau bernama Mashuri dan Ibu beliau
bernama Sundari. Beliau anak ke 9 Dari 12 saudara. Beliau sudah berkeluarga dan
menikah pada tahun 1987 dan di karuniai 5 orang buah hati, diantaranya 3
laki-laki dan 2 perempuan dan juga sudah mempunyai cucu 1 laki-laki.
Pada tahun 60-an beliau mengakhiri
riwayat pendidikan formalnya di SD Pelutan dan di SLTP Pemalang serta beliau
juga menjadi seorang santri di Pondok Pesantren Salafiyah Kauman Kebondalem
Pemalang selama kurang lebih 7 tahun dan mengikuti ngaji atau pengajian di berbagai
kota dan lulus pada tahun 1979. Awal beliau menjadi seorang santri di pondok
pesantren salafiyah kauman pemalang di suruh dari orang tua beliau karena pada
saat itu bingung setelah lulus dari jenjang SLTP mau melanjutkan ke jenjang
berikutnya apa kerja, akhirnya beliau di suruh untuk menjadi santri di pondok
pesantren salafiyah, karena dengan tuntutan ekonomi dan di pondok tersebut juga
di asuh oleh paman beliau sendiri yang bernama KH. Shodiq Kamal yang di angkat
menjadi menantu pengasuh pondok pesantren salafiyah kauman pemalang.
Setalah lulus dari Pondok Pesantren
Salafiyah beliau melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Dakwah Islam di
Jakarta Utara pada saat itu di singkat PTDI JAKARTA UTARA dan selesai pada
tahun 1984. Selama beliau belajar di PTDI JAKARTA UTARA mengalami banyak pengalaman
menjadi sorotan masyarakat sekitar karena setiap ada event atau acara islam
beliau selalu di suruh dari perguruan menjadi mubaligh dan mengalami banyak
tantangan karena pada saat itu kondisi masyarakat yang awam belum begitu kenal
dengan islam.
KH.Mahrodji MS menjadi seorang Da’i
di kota Pemalang juga bekerja di bidang wiraswasta atau wirausaha, karena itu
juga sebuah impian beliau dari kecil kalau sudah berkeluarga pengen mempunyai
usaha sendiri untuk menghidupi keluarganya dan saudara-saudaranya, menjadi guru
di madrasah ponpes salafiyah kauman pemalang, dan juga menjadi Kepala yayasan
Taman Pengajaran Qur’an (TPQ) di desa beliau.
C.
AKTIVITAS
DAKWAH
KH.Mahrodji MS menjadi seorang da’i
mempunyai metode atau cara berdakwah yaitu metode ceramah (bil-lisan), etika,
juga menggunakan metode tergantung kondisi mad’unya serta melihat kemampuan
masyarakat tersebut dan berdakwah di mana orang atau masyarakat sekitar
membutuhkannya dan juga beliau mempunyai beberapa majelis-majelis yang di
kelolanya, majelis tersebut juga sebagai media dakwah beliau, diantaranya ada
majelis bergilir, majelis menetap dan majelis tidak menetap. Di majelis
tersebut beliau sering memakai metode bil-lisan karena bersifat ceramah umum
dan memakai kitab-kitab kuning sebagai media dakwah juga dan referensi beliau
untuk berdakwah.
Diantara majelis-majelis yang di
pengasuhi oleh KH.Mahrodji MS, diantaranya majelis ta’lim bergilir bertempat di
rumah-rumah bapak dan ibu yang sering mengikuti pengajian tersebut dan majelis
tersebut di ikuti bukan hanya bapak-bapak dan ibu-ibu saja tetapi juga di
hadiri oleh remaja-remaja masyarakat sekitar adapun waktu dari mulai pengajian
tersebut dari jam dua siang sampai jam empat sore dan juga di mulai dari jam
delapan malam sampai sepuluh malam, majelis bergilir ini lebih tepatnya di
namakan majelis jam’iyyah nahdhatul ulama’.
Majelis yang kedua adalah majelis
ta’lim menetap, majelis ta’lim menetap ini tidak jauh beda dari majelis ta’lim
bergilir, majelis ta’lim ini di ikuti oleh bapak, ibu, remaja, dan remaja. Dan tempat yang beliau
gunakan antara lain di Masjid, Mushola, Gedung TPQ, dan Madrasah. Kenapa
majelis ini dinamakan majelis menetap karena untuk majelis ini waktu dan
tempatnya menetap pada jam delapan sampai jam sepuluh malam dan ada juga yang
di mulai dari jam dua siang sampai jam empat sore serta untuk harinya juga sama
untuk di masjid satu minggu satu kali, mushola satu minggu satu kali, gedung
TPQ dan madrasah setiap hari selain hari jumat. Tempat yang terkahir bertempat
di aula pendopo kabupaten pemalang yang di hadiri oleh ibu-ibu kader pkk
tingkat kecamatan sampai kabupaten setiap satu bulan sekali pada hari jumat
kliwon dari jam dua siang sampai jam empat sore.
Majelis yang terakhir adalah majelis
ta’lim tidak menetap, majelis ta’lim ini biasanya beliau di undang oleh
masyarakat kabupaten pemalang dan masyarakat di luar kabupaten pemalang untuk
memberi pengajian di majelis tersebut. Dalam majelis ini beliau melihat kondisi
masyarakat atau warga sekitar untuk memberikan isi dari pengajian tersebut supaya
apa yang beliau syiarkan bisa di fahami oleh mad’u.
KH.Mahrodji MS berdakwah di dalam
majelis-majelisnya, beliau sering menggunakan dua metode, yaitu : metode dakwah
umum dan metode dakwah kitab. Metode dakwah umum beliau selalu melihat kondisi
masyarakat, misalnya mad’unya kalangan orang menengah ke bawah beliau
menggunakan bahasa dan pemahaman yang sesuai dan misalnya juga mad’unya
kalangan orang menengah ke atas beliau juga menggunakan bahasa dan pemahaman
yang sesuai supaya kebutuhan masyarakat bisa tersampaikan dan mendapatkan
manfaat. Adapun dengan isi atau materinya menyesuaikan pembahasan dari
masyarakat yang mengundangnya misalnya pada bulan rajab beliau memberikan
materi tentang isra’ mi’raj dan pada bulan-bulan lain yang bertepatan pada
event-event islam lainnya.
KH.Mahrodji MS selain berdakwah
dengan majelis-majelis yang di kelolanya, beliau juga berdakwah dengan musik.
Beliau biasanya berkolaborasi dengan grup musik islami dari pemalang. Sebelum
beliau berkolaborasi untuk berdakwah di depan masyarakat biasanya beliau
membuat rencana supaya dakwah beliau dapat di nikmati oleh para mad’u dan dapat
memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar dan biasanya aktivitas berdakwah
ini terkenal dengan sebutan nada dan dakwah.
D.
ANALISIS
1.
Pengertian
Rijal al-dakwah
Rijal secara bahasa berasal dari bahasa arab yang artinya adalah
tokoh. Dakwah secara harfiah yaitu masdar dari fa’ala (kata kerja) da’a dalam
arti ajakan, seruan, panggilan, undangan, do’a, dan lainnya.[1]
Sedangkan secara terminologi yaitu suatu kegiatan untuk menyampaikan dan
mengajarkan serta mempraktikkan ajaran islam didalam kehiduapan sehari-hari.
sedangkan menurut M. Abu al-Futur dakwah adalah menyampaikan dan menerangkan
apa yang telah dibawa oleh nabi.[2]
2.
Unsur-unsur
kepribadian da’i
Dari keanekaragaman definisi kepribadian dan da’i tersebut maka
dalam hubungannya dengan da’i kepribadian dimaksud adalah menyangkut pikiran,
perasaan dan tingkah lakunya dalam melaksanakan tugas dakwah. Dengan demikian kepribadian da’i setidaknya harus memenuhi unsure
“good sense, good moral dan good will” yang oleh Aristoteles disebut sebagai
“ethos” dan oleh hovland dan weiss disebut “credibility”.[3]
Good sense adalah kepribadian yang berkaitan dengan kemampuan berfikir
keahlian atau “expertise”. Artinya Setiap da’i dituntut untuk benar-benar
menguasai bidang agama yang akan disampaikan kepada ummat disamping kemampuan
metode dan performance yang menarik sehingga memotivasi tumbuhnya perhatian
terhadap pesan dakwah.
Good moral yaitu kepribadian yang menceminkan kejujuran sehingga
menumbuhkan kepercayaan bagi mad’u. Moralitas yang sekaligus akan di dakwahkan
dan diteladani mad’u itu adalah moralitas sebagaimana yang dicontohkan
Rasulullah yaitu : amanah, jujur, fatonah, dan tabligh.
Kepribadian good will adalah kepribadian yang berkaitan dengan
tujuan, rencana dan tanggung jawab. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, maka
seorang da’i mesti merencanakan sesuatu
dan langkah tindakan yang dapat menghantarkan tercapainya keinginan.
3.
Hubungan
kepribadian da’i dan keberhasilan dakwah.
Sebagaimana telah di firmankan oleh Allah SWT di dalam surat
An-Nahl ayat 125, dalam ayat ini metode dakwah ada tiga macam dan salah satu
metode dapat kita ambil untuk mengajak hamba-hamba Allah SWT ke jalan yang
benar, yaitu bi al-hikmah dan mau’izatul hasanah. Bi al-hikmah adalah berdakwah
dengan memerhatikan situasi dan kondisi sasarna dakwah dengan menitik beratkan
pada kemampuan mereka, sehingga di dalam menjalankan ajaran-ajaran islam selanjutnya
mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan dan mau’izatul hasanah adalah
berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran-ajaran
islam dengan rasa kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran islam yang di
sampaikan itu dapat menyentuh hati mereka.[4]
Berhasil atau tidaknya suatu kegiatan dakwah sangat ditentukan oleh
kepribadian da’i. Sikap penuh keyakinan bahwa dakwah yang disampaikan akan
diterima dengan baik oleh pendengar, sikap yakin bahwa apa yang disampaikan
adalah perintah Allah SWT, serta sikap optimis dan pantang menyerah adalah
cirri-ciri kepribadian seorang juru dakwah. Jika diteropong dengan Psikologi,
kepribadian Da’i sangat berhubungan erat dengan keberhasilan atau kesuksesan
kegiatan dakwah. Dalam melaksanakan kegiatan dakwah akan banyak cobaan yang
dihadapi oleh juru dakwah. Oleh Karena itu kepribadian seorang Da’i berperan
penting dalam keberhasilan proses dakwah.[5]
Dari hasil wawancara dengan KH.Mahrodji MS menghasilkan lima nilai
yang bisa mengantarkan keberhasilan dakwah di masyarakat, yang pertama :
sebagai seorang da’i kita harus mempunyai ilmu agama karena dengan kita
mempunyai ilmu agama yang luas kita dapat memberikan ilmu kepada masyarakat
yang benar dan sesuai ajaran syariat islam serta juga memberikan manfaat kepada
masyarakat awam, yang kedua : da’i juga harus menguasai ilmu-ilmu pengetahuan
umum karena ilmu pengetahuan umum berguna untuk menyeimbangkan apa yang kita
sampaikan kepada masyarakat yang sesuai dengan hasil riset atau penelitian yang
sesuai dengan syariat islam, yang ketiga : da’i juga harus pandai melihat
kondisi masyarakat karena dengan kita melihat kondisi masyarakat yang sesuai
kita bisa berdakwah dengan bahasa dan penyampaian yang tepat pada sesuai
kalangan masyarakat masing-masing supaya mad’u atau masyarakat faham apa yang
kita berikan, yang keempat : dalam berdakwah jangan lupa dengan ayat-ayat
al-qur’an dan sabda rasul karena poin dua tersebut berguna untuk mentauqidkan
atau meyaqinkan apa yang kita sampaikan kepada mad’u supaya lebih percaya dan
yang terakhir : seorang da’i juga harus selalu menyanyikan sholawat nabi agar
mad’u lebih terhibur dan nyaman dengan apa yang da’i sampaikan.
E.
KESIMPULAN
Dari pemaparan hasil wawancara di
atas dapat di simpulkan bahwa seorang dai harus mampu memiliki lima keharusan
yang telah di katakan KH.Mahrodji MS. Karena semakin berkembangnya zaman tantangan
dalam menyebarkan agama islam juga semakin beragam dan semakin kompleks.
KH.Mahrodji MS sangat tau betul apa dan bagaimana yang harus beliau lakukan
dalam berdakwah supaya sang mad’u mau mengikuti ajakan beliau. Dan apa yang di
lakukan oleh beliau sudah sesuai dengan teori dakwah yang ada.
F.
PENUTUP
Penulis mengucapkan terima kasih
atas perhatiannya. Penulis mengakui masih banyak kekurang yang harus di
perbaiki untuk kedepannya, maka penulis sangat membutuhkan kritik dan saran
dari pembaca. Kurang dan lebihnya penulis meminta maaf dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Djamaluddin Ancok dan fuad nasrori S., 1995 psikologi islami,
Yogyakarta : pustaka pelajar.
Faizah dan Muhsin Efendi, 2009. Psikologi Dakwah. Jakarta :
Kencana Prenada Media Group.
Munir, M dan Wahyu Ilahi. Manajemen
dakwah. jakarta : kencana.
Syabibi, M. Ridha. 2008. Metodologi Ilmu Dakwah. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.
[1] M. Ridha
Syabibi,Metodologi Ilmu Dakwah. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2008), hlm 42
[2] Faizah &
Muhsin Efendi, psikologi Dakwah, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2009) hlm.07.
[3]
Dikutip dari jalaluddin Rachmat, 1989, psikologi komunikasi, (bandung:
remaja karya) hal.290.
[4]M.Munir
dan Wahyu Ilahi, Manajemen dakwah,
(jakarta : kencana) Hal.34.
[5]Djamaluddin
Ancok dan fuad nasrori S. psikologi islami, (Yogyakarta : pustaka pelajar.
1995) hal 37
Komentar
Posting Komentar